Mengenai Saya

Foto saya
seorang kerdil yang berusaha berdiri di pundak raksasa.

Sabtu, 06 Juni 2009

Self Disclosure Theory

Self Disclosure Theory

I.1. Sejarah
Teori ini dikemukakan oleh Sydney Marshall Jourad yang lahir 21 January 1926, di Mt. dennis, Toronto Canada. Dia mendapat gelar M.A thn 1948, di universitas di Toronto, dan kemudian melanjutkan studi di universitas Buffalo, mendapat gelar Ph.D di thn 1953. Dia pernah menjabat sebagai President of the Assosiation for Humanistic Psychology (1958-1963). Beliua meninggal pada tahun 1974.

I.2. Asumsi Dasar
Self disclosure theory adalah proses sharing/berbagi informasi dengan orang lain. Informasinya menyangkut pengalaman pribadi, perasaan, rencana masa depan, impian, dll. Dalam melakukan proses self-disclosure seseorang haruslah memahami waktu, tempat, dan tingkat keakraban. Kunci dari suksesnya self-disclosure adalah kepercayaan.
• Self-disclosure selalu merupakan tindakan interpersonal.
• Merupakan sebuah proses berbagi informasi dengan orang lain, informasinya menyangkut masalah pribadi.
• Bergantung pada kepercayaan.
• Self-disclosure sangat esensial dalam proses terapi kelompok

I.3. Pembahasan
Self disclosure atau penyingkapan diri merupakan sebuah proses membeberkan informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Penyingkapan diri merupakan suatu usaha untuk membiarkan keontentikan memasuki hubungan sosial kita, dan hal ini berkaitan dengan kesehatan mental dan pengembangan konsep diri.
Salah satu model inovatif untuk memahami tingkat-tingkat kesadaran dan penyingkapan diri dalam komunikasi adalah Jendela Johari (Johari Window). “Johari” berasal dari nama depan dua orang psikolog yang mengembangkan konsep ini, Joseph Luft dan Harry Ingham. Model ini menawarkan suatu cara melihat kesalingbergantungan hubungan interpersona dengan hubungan antarpersona. Model ini menggambarkan seseorang kedalam bentuk suatu jendela yang mempunyai empat kaca.

Dalam hal penyingkapan diri ini, hal yang paling mendasar adalah kepercayaan. Biasanya seseorang akan mulai terbuka pada orang yang sudah lama dikenalnya. Selain itu menyangkut kepercayaan beberapa ahli psikologi percaya bahwa perasaan percaya terhadap orang lain yang mendasar pada seseorang ditentukan oleh pengalaman selama tahun-tahun pertama hidupnya. Bila seseorang telah menyingkapkan sesuatu tentang dirinya pada orang lain, ia cenderung memunculkan tingkat keterbukaan balasan pada orang yang kedua.

Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan teori self disclosure: Kelebihannya, dari penyingkapan diri kita bisa mendengarkan pengalaman orang lain yang nantinya bisa menjadi pelajaran bagi diri kita, selain itu dengan self disclosure kita juga bisa mengetahui seperti apa diri kita dalam pandangan orang lain, dengan hal itu kita bisa melakukan introspeksi diri dalam berhubungan.
Kekurangannya, tidak semua orang dapat menanggapi apa yang kita sampaikan bahkan sering terjadi salah paham sehingga malah menimbulkan masalah baru. Ketika seseorang telah mengetahui diri kita, bisa saja orang lain ini memanfatkan apa yang telah dia ketahui mengenai diri kita.

I.4. Aplikasi
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat berbagai macam prilaku individu ketika sedang berinteraksi dengan lingkungannya. Di dunia kampus contohnya banyak karakter indivudu yang menjalani kehidupan kampus. Masing-masing dari mereka bila diperhatikan mempunyai keunikan masing-masing. Dalam suatu kasus misalnya, ada mahasiswa lebih memilih seharian menjalani berbagai macam kegiatan kampus namun pada saat yang bersamaan ada mahasiswa lain yang cenderung menghabiskan waktu berkumpul dengan orang lain.
Hal ini tentunya berkaitan dengan karakter seseorang yang menentukan seperti apa pergaulan dan bentuk interaksinya dengan orang lain. Perkembangan pribadi atau karakter seorang manusia ditentukan oleh interaksi yang berkesinambungan antar hereditas dan lingkungan. Ada beberapa faktor yang menentukan kepribadian seseorang, salah satu faktor terpenting adalah interaksi dengan lingkungannya atau yang sering kita sebut interaksi sosial.
Penyingkapan diri merupakan prilaku yang disengaja, proses ini tidak hanya merupakan bagian integral dari komunikasi dua orang. Penyingkapan diri lebih sering muncul dalam konteks hubungan dua-orang daripada dalam konteksjenis komunikasi lainnya. Namun penyingkapan diri tidak Cuma berlaku dalam konteks hubungan antara dua orang, tetapi dalam membina komunikasi kelompok. Bahkan dalam konteks komunikasi kelompok pembahasan akan lebih meluas. Penyingkapan diri ini akan membuat kohesivitas dalam komunikasi semakin erat.
Ada beberapa jenis karakter dalam diri seseorang bila dilihat dari komunikasi kelompok, beberapa diantaranya yaitu:
• Monopolist
Monopolist adalah orang yang mempunyai dorongan untuk selalu berceloteh tanpa henti. orang seperti ini gelisah jika tidak bicara. Jika orang lain mendapat giliran bicara, dia selalu menyela dengan berbagai teknik, dengan menyela secara tidak sopan, memanfaatkan saat pembicara itu sedang mengambil nafas, dengan merespon pada setiap pernyataan dalam kelompok, dengan terus-menerus menyebutkan persamaan antara masalah pembicara dan dirinya, dengan berulang-ulang mengatakan, “saya juga seperti itu”. Pendekatan yang paling efektif pada orang seperti ini adalah yang bermata dua: pertimbangkan kedua belah pihak pasien yang memonopoli dan kelompok yang termonopoli. Dari sudut pandang kelompok, ingat prinsip bahwa tidak ada pasien monopolistik yang boleh eksis dalam kevakuman, bahwa pasien selalu berada dalam ekuilibrium dinamis dengan kelompok yang membolehkan atau mendorong perilaku seperti ini.
Penyebab perilaku monopolistik bervariasi pada setiap orang. Ada individu yang berbicara demi mengontrol orang lain, banyak yang begitu takut dipengaruhi dan diserang oleh orang lain sehingga mereka mempertahankan setiap pernyataannya, yang lainnya menghargai gagasan dan pengamatannya sendiri secara berlebihan sehingga mereka tidak dapat menunda untuk mengekspresikan semua pemikirannya sesegera mungkin. Jauh lebih efektif jika karakter orang yang seperti ini didekati dengan cara berkonsentrasi pada menifestasi diri monopolist dalam kelompok daripada respon kelompok terhadap perilakunya. Secara halus tetapi berulang-ulang karakter seperti ini harus dikonfrontasi dengan paradox bahwa betapa pun besar keinginannya untuk diterima dan dihargai orang lain, perilakunya itu hanya akan menghasilkan kejengkelan, penolakan, dan frustrasi.
• Schizoid
Karakter seperti ini emosinya tersumbat, terisolasi, menjauh. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang hilang. Dia tidak dapat merasa, tidak dapat tertawa, tidak dapat bermain, tidak dapat menangis. Dia adalah penonton bagi dirinya sendiri. Dia tidak merasakan tubuhnya sendiri, tidak mengalami pengalamanya sendiri. Biasanya respon dari orang lain maupun anggota-anggota kelompoknya khas bergerak dari rasa ingin tahu dan keheranan ke rasa tidak percaya, kekhawatiran, jengkel, dan frustrasi.
• Pendiam (Silent Patient)
Orang yang pendiam dapat tertolong melalui pengamatan langsung untuk mengidentifikasi orang lain, yang aktif, yang mempunyai masalah yang serupa dengan dirinya. Berbagai kasus menunjukkan bahwa perilaku orang seperti ini di luar kelompok akan berubah meskipun di dalam kelompok tidak menunjukkan perubahan.
Seseorang dapat menjadi pendiam karena berbagai alasan. Ada yang merasa sangat takut untuk membuka diri, setiap ucapannya dikhawatirkan akan mengarah pada self-disclosure lebih jauh. Ada pula yang merasa begitu takut menjadi agresif sehingga setiap perkataanya dapat menimbulkan resiko yang tak mampu ditanggungnya. Orang lain menginginkan kesempurnan sehingga takut berbuat salah jika berbicara. Ada pula yang menjaga jarak dari orang lain dan menunjukkan superioritasnya dengan berdiam diri. Orang seperti ini merasa sangat terancam dengan kehadiran orang tertentu dan hanya akan berbicara bila orang itu tidak ada. Beberapa terlalu takut menunjukkan kelemahanya dan berdiam diri agar tidak menjadi marah atau menangis. Ada pula yang berdiam diri sewaktu-waktu untuk menghukum orang lain atau untuk memaksa orang lain ataupun kelompok memperhatikannya.
Poin yang penting adalah bahwa diam itu tidak pernah berarti sekedar diam melainkan merupakan suatu perilaku, dan seperti perilaku lainnya, diam juga memiliki makna, baik dalam kerangka here-and-now maupun sebagai sampel perwujudan caranya berhubungan dengan dunia interpersonalnya.
• Orang yang membosankan (The Boring Patient)
Orang yang memiliki karakter yang membosankan mengeluh bahwa mereka tidak pernah mempunyai sesuatu yang dapat diceritakan kepada orang lain, bahwa mereka sering ditinggalkan berdiri seorang diri dalam pesta-pesta, bahwa tidak ada lawan jenis yang mau pergi dengan mereka lebih dari satu kali, bahwa orang lain memanfaatkan mereka hanya untuk sex, bahwa mereka pemalu, kikuk dalam pergaulan, hampa, atau hambar. Dalam mikrokosme sosial kelompok, mereka juga menciptakan situasi seperti ini dan membuat bosan anggota-anggota lain.
Kebosanan merupakan pengalaman yang sangat individual. Tidak semua orang bosan dengan situasi yang sama, dan sulit untuk membuat generalisasi. Akan tetapi, pada umumnya, orang yang membosankan dalam kelompok adalah orang yang sangat pemalu yang tidak memiliki spontanitas, tidak pernah mengambil resiko. Ucapan orang yang membosankan selalu “aman” dan selalu dapat diprediksi.
Dinamika penyebab sifat membosankan itu sangat bervariasi dari satu individu ke individu lain. Banyak yang berada pada posisi yang sangat berketergantungan sedemikian rupa sehingga sangat takut mengalami penolakan atau ditinggalkan sehingga mereka menjauhkan diri dari ucapan-ucapan agresif yang dapat menimbulkan pembalasan.
• Penolak Pertolongan dan Pengeluh (The Help-Rejecting Complainer)
Penolak pertolongan dan pengeluh (the help-rejecting complainer) – yang selanjutnya disebut HRC – mempunyai pola perilaku yang khas dalam berinteraksi baik antara individu maupun kelompok, yang secara implisit atau eksplisit selalu meminta pertolongan dari kelompok dengan menceritakan masalah atau keluhan, dan kemudian menolak setiap pertolongan yang ditawarkan.
HRC terus-menerus membawa masalah lingkungan atau somatik ke dalam kelompok dan sering menggambarkannya dalam banyak cara sehingga tampak seperti tidak dapat teratasi. HRC tampaknya bangga dengan masalahnya yang tak dapat terpecahkan. Sering kali HRC memfokuskan perhatiannya pada terapis dalam upayanya untuk mendapatkan medikasi atau advis. HRC tampaknya tidak peduli akan reaksi kelompok terhadapnya dan tidak berkeberatan ditertawakan selama dia diperbolehkan terus mencari pertolongan.
Dia mendasari hubungannya dengan orang lain dengan dimensi tunggal bahwa dia lebih memerlukan pertolongan daripada mereka. HRC jarang menunjukkan sikap kompetitif kecuali jika orang lain meminta perhatian terapis atau kelompok dengan mengemukakan masalah. Pada titik ini, HRC sering berusaha mengecilkan keluhan orang lain dengan membandingkanya dengan masalahnya.
HRC tampaknya sangat self-centered: dia hanya berbicara tentang dirinya sendiri dan masalahnya. Akan tetapi, masalahnya itu tidak terformulasikan secara jelas bagi kelompok maupun bagi dirinya sendiri; masalah itu dikaburkan oleh kecenderungannya untuk membesar-besarkannya dan menyalahkan orang lain, biasanya figur otoritas yang digantunginya.
• Narsisistik (The Narcissistic Patient)
Narsisisme (mencintai diri sendiri) yang berlebihan adalah rasa cinta pada diri sendiri dengan mengesampingkan orang lain, tidak mampu melihat fakta bahwa orang lain adalah makhluk yang berperasaan, bahwa orang lain juga memiliki ego, yang masing-masing membangun dan mengalami dunianya sendiri yang unik.
Secara singkat, narsisis adalah orang yang memandang bahwa dunia dan individu lain hanya ada untuk dirinya. Orang dengan karakter narsisistik pada umumnya lebih heboh tetapi lebih produktif dalam terapi kelompok daripada dalam terapi individual. Dalam terapi kelompok, pasien diharapkan berbagi waktu, memahami, berempati dan membantu pasien lain, membangun hubungan, memperhatikan perasaan orang lain, menerima umpan balik yang mungkin kritis.
Sering kali orang narsisistik merasa hidup bila sedang mendapatkan giliran, mereka menilai kebermanfaatan kelompok bagi dirinya berdasarkan berapa menit waktu kelompok dan terapis yang didapatkannya dalam sebuah pertemuan. Mereka menjaga kuat kekhususanya dan sering kali berkeberatan bila ada orang yang menunjukkan persamaan antara diri mereka dengan anggota lain. Untuk alasan yang sama, mereka juga berkeberatan bila diikutsertakan dengan anggota lain dalam interpretasi kelompok massa.
Beberapa pasien narsisistik yang mempunyai perasaan kekhususan yang mendalam merasa bahwa mereka tidak hanya patut mendapatkan perhatian kelompok, tetapi juga bahwa perhatian tersebut seharusnya mereka dapatkan tanpa usaha.
Gangguan Kepribadian Narsisistik (Narcissistic Personality Disorder) “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders” dari The American Psychiatric Association (DSM-III) tahun 1980 memberikan kriteria deskriptif tentang orang yang mengalami narcistic personality disorder sebagai berikut: memiliki perasaan self-importance yang berlebihan, suka berfantasi mencapai keberhasilan tak terbatas, menuntut perhatian dan kekaguman yang terus-menerus, sangat peka terhadap kritikan, acuh tak acuh, atau menjadi marah jika mengalami kekalahan, inferioritas, merasa malu atau hampa, dan mengalami sekurang-kurangnya dua dari gangguan-gangguan interpersonal berikut ini: merasa memiliki hak istimewa, eksploitatif interpersonal, berganti-ganti antara overidealisasi dan devaluasi, dan tidak memiliki empati.
Otto Kernberg menambahkan bahwa individu ini mempunyai kehidupan emosional yang dangkal, memperoleh sedikit saja kesenangan hidup; ingin selalu diberi tetapi tidak menghargai pemberian yang diterimanya.
• Pasien Ambang Batas (The Borderline Patient)
DSM-III mengemukakan bahwa lima dari delapan kriteria berikut ini harus ada pada individu yang didiagnosis sebagai mengalami borderline personality disorder:
1. Dorongan untuk merusak diri atau tidak dapat diprediksi. (misalnya penyalahgunaan narkoba, mengutil, makan berlebihan, melukai diri sendiri);
2. Hubungan interpersonal yang tidak stabil dan ekstrim (misalnya idealisasi, devaluasi, manipulasi, sikap yang sangat berubah-ubah);
3. Marah yang tidak sepatutnya atau tidak dapat mengontrol marah;
4. Gangguan identitas yang dimanifestasikan dengan ketidakpastian mengenai hal-hal seperti citra diri, identitas gender nilai, pilihan karir, loyalitas;
5. Instabilitas suasana hati (berubah-ubah secara radikal dari suasana hati normal ke depresi, kekesalan atau kecemasan yang biasanya berlangsung selama beberapa jam dan
hanya beberapa hari);
6.Tidak mau dibiarkan seorang diri;
7. Melakukan tindakan-tindakan merusak fisik diri sendiri (isyarat bunuh diri, kecelakaan
yang berulang-ulang, atau berkelahi);
8. Perasaan hampa atau bosan yang kronis.
Menyadari bahwa karakter manusia yang begitu beragam, kita bisa lebih mudah melakukan penyingkapkan diri. Namun faktor karakter manusia saja tidaklah cukup, contohnya saja, dalam interaksi sosial yang dilakukkan setiap individu seseorang tentunya akan mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan orang-orang tertentu dibandingkan dengan orang lainnya. Melihat hubungan antara dua orang manusia, merupakan suatu hal yang menarik. Dari hubungan ini terlihat bagaimana seseorang membuka sisi kehidupannya kepada orang lain. Dalam membina hubungan ini tentunya seseorang akan mulai membuka dirinya ketika dia telah merasa percaya dengan orang tersebut. Beberapa ahli psikologi percaya bahwa perasaan percaya terhadap orang lain yang mendasar pada seseorang ditentukan oleh pengalaman selama tahun-tahun pertama hidupnya. (Bowlby, 1973; Erikson, 1963,1976).

I.5. Hubungan dengan Teori Lain
Self disclosure merupakan salah satu teori komunikasi interpersonal yang membahas mengenai hubungan antar dua orang dalm berinteraksi. Banyak teori lain yang juga berlatar belakang masalah yang sama. Berikut adalah teori yang berhubungan dengan teori self disclosure:
 Teori Interaksional
Pada teori ini menganggap bahwa struktur sosial merupakan produk dari interaksi. Interaksionalisme lebih menerangkan perkembangan diri melalui proses “penunjukan diri” dimana individu “dapat bergerak keluar” dari diri dan melibatkan dirinya dalam introspeksi dari sudut pandang dengan orang lain. Individu dapat melibatkan dirinya dalam pengambilan peran dan mendefinisikan diri maupun orang lain dari sudut pandang orang lain. Fenomena pengambilan peran inilah yang memungkinkan adanya pengembangan diri semata-mata sebagai proses sosial.
Dari pemaparan teori interaksional teori ini mempunyai hubungan dalam peran individu dalam sebuah interaksi. Pada teori self disclosure dan interaksional ini interaksi yang dilakukan oleh individu bergantung pada kemampuan individu dalam membina hubungan denga orang lain.
 Speech Codes Theory (Etnografi Komunikasi)
Merupakan teori yang menggunakan metode pada pola komunikasi dalam sebuah kelompok. Hal ini erat kaitan dengan teori self disclosure yang dapat digunakan dalam menentukan baik tidaknya komunikasi yang terjadi dalam suatu kelompok atau organisasi.
 Interaction Adatation Theory
Teori ini merupakan teori humanistik yang mengarah pada psikologi sosial sehingga dikatagorikan teori komunikasi interpersonal dengan lebih menekankan pada sisi komunikasi nonverbal. Teori ini berasumsi bahwa komunikator dan komunikan mempunyai berbagai faktor yang mengatur prilaku komunikasinya.
Hal ini mempunyai hubungan dengan self disclosure karena kedua teori ini memandang bahwa keberhasilan komunikasi bergantung pada faktor yang ada pada komunikator dan komunikan.

I.6. Daftar Pustaka
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, Ernest R. Hilgard. 1987. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti
Tubbs, Stewart L., Sylvia Moss. 2004. Human Communication, Konteks-Konteks Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

http://www.halamansatu.net/index.php?option=com_content&task=view&id=144&Itemid=51
http://www.indonesiamedia.com/rubrik/parenting/parenting00may.htm

2 komentar:

  1. mas,, boleh tau dapat referensi dari mana ya mas? jurnal atau book? sedang tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang self disclosure.. di tunggu balasannya mas.. thanks mas..

    BalasHapus